Tujuh bulan berlalu, mulai dari 2 September 2020 hingga begitu cepatnya sudah tiba di bulan April 2021. Mulai dari masa transisi SMA hingga tiba-tiba saja berada di Sekolah Tinggi. Mulai dari menjalani ospek hingga sebentar lagi mengospek (angkatan berikutnya). Mulai dari karantina -singgah di kota lain mengharuskan kita self-qurantine selama beberapa hari sampai berbebas-bebas ria.
Mulai dari adaptasi hingga keadaan yang memaksa tuk berdikari. Semua itu dijalani dan tak terasa kini sudah berada di masa perpulangan. Ya, tepatnya sudah lebih dari sepekan yang lalu mahasantri Al-Hikam diliburkan. Terlampau banyak kesan untuk diceritakan.
Ada yang membahagiakan dan ada juga yang terkadang-bila diingat- mengesalkan. Semua menjadi satu dalam ruang pikiran yang saling berdesak-desakan di kepala. Namun, jari ini rasanya ingin mengabadikan momen-momen itu melalui media blog. Ya, pengalaman yang sayang kiranya tuk dibuang begitu saja.
Pertama, tentu saja sewaktu di ospek oleh kakak tingkat yang sedikit banyak terasa menjengkelkan. Bagaimana tidak, banyak hal unfaedah (baca: nggak jelas) dari kakak tingkat untuk mengerjai adik tingkatnya ini dengan seabrek kegiatan yang membuat naik darah hingga ke ubun-ubun. Walaupun begitu, banyak juga hal-ihwal perospekan yang terasa bermanfaat untuk bekal masa awal kuliah. Terlebih pengenalan mahasantri (mahasiswa yang sekaligus nyantri di pondok pesantren) terhadap muassis Al-Hikam yang banyak mengejawentahkan kiprah beliau, yakni KH. Hasyim Muzadi Allahuyarham.
Kedua, menambah relasi dan sobat seperjuangan. Yes, tentu yang namanya pondok pesantren pasti tinggal dalam satu kamar yang dihuni oleh sekian banyak santri, tentunya di dalam satu kamar terjadi interaksi dari masing-masing santri. Dari situlah muncul rasa untuk saling berdedikasi, bekerja sama dalam menjalani segala aktivitas pesantren cum perkuliahan. Tentu menarik untuk dilakoni mengingat kita tidak hanya satu kuliahan, tapi juga satu kamar. Artinya, di luar kelas kuliah kita bersama, begitu pula di dalam kelas.
Pengalaman demi pengalaman dari masing-masing santri yang berasal dari macam-macam pesantren di seluruh Indonesia saya telan, renungi, dan dalami. Sebagaimana dapat dipahami, kami semua masing-masing berasal dari pondok pesantren yang berbeda, tentu memiliki kultur yang berbeda pula, dan kini kita disatukan dalam satu pesantren yang sama sebagai seorang mahasantri yang berkuliah sekaligus nyantri dan juga mengabdi. Sesekali menyempatkan waktu duduk bersama ngopi sambil ngobrol sana-sini.
Ketiga, dari semua pengalaman di atas diatas kita tutup dengan futsal bersama seangkatan pada beberapa hari silam. Hal ini kami lakukan sebagai upaya membangun kekompakan angkatan. Kegiatan ini kiranya perlu dilakukan untuk menyatukan serta mempererat visi dan misi bersama sehingga masing-masing dari kita tak hanya memperjuangkan idealismenya sendiri, melainkan mau untuk bersosialisasi dengan kawan santri lain, bertukar cerita, dan saling diskusi.
Dari semua hal di atas, tentu masih banyak hal yang yang belum terceritakan sepenuhnya dalam tulisan ini. Akan tetapi, dari kesemuanya itu membawa kesan atau kado yang manis untuk dibawa pulang. Semoga dengan perpulangan ini, kita membawa oleh-oleh berupa perubahan menuju ke arah yang lebih baik, baik dari segi perilaku, pengalaman, serta ilmu pengetahuan. Tetaplah merasa bodoh, karena merasa bodoh acapkali mengingatkan kita bahwasanya makin kita belajar semakin pula kita sadar bahwa ilmu ini bagaikan lautan yang tak bertepi. Terimakasih untuk tujuh bulan yang berkesan, semoga setelah perpulangan ini kita pulang membawa ilmu yang berkah lagi manfaat, masuk kembali ke Al-Hikam dengan memulai hal-hal yang baik untuk kemudian dikembangkan menjadi lebih baik lagi. Amin.
Komentar
Posting Komentar