A. Latar Belakang
Warisan itu uang, dan uang itu sangat menggoda. Uang itu fitnah dan acap kali
menjadi biang pertumpahan darah. Rasulullah saw. sendiri yang memprediksi bakal
terjadi fitnah besar gara-gara warisan. Saudara menjadi musuh dan antar-keluarga tak
lagi bertegur sapa. Salah satu sebabnya adalah minimnya pengetahuan ahli agama
tentang ilmu waris, sehingga tak memiliki referensi untuk memutus perkara secara
benar dan bijak.
Inilah yang menjadikan ilmu fara’idh diperlukan untuk merumus pewarisan
dari sudut agama. Apa saja yang perlu dibereskan lebih depan sebelum harta dibagi,
siapa ahli waris itu, sebab-sebab seorang bisa mewaris dan tidak bias mewaris, berapa
volume warisannya, bagaimana tekniknya dan sebagainya. Karena begitu penting
ilmu ini, maka tak berlebihan jika fuqaha’ menghukumi belajar ilmu waris adalah
fardl ‘ain bagi seseorang yang punya kelayakan, sementara masyarakat luas tidak.
A. Pengertian Ilmu Waris
Ilmul Mirats adalah kaidah-kaidah fiqih dan perhitungan yang dengannya
diketahui bagian setiap ahli waris akan peninggalan mayit. Ilmu mirats juga
dinamakan dengan ilmu fara’idh, artinya masalah-masalah pembagian warisan.
Sebab, fara’idh adalah bentuk jamak dari fariidhah, yang diambil dari kata fardhu
yang berarti ’penetuan’, dan faridhah yang bermakna ‘yang ditetapkan’, karena
didalam nya ada bagian-bagian yang telah ditetapkan.
B. Dasar-Dasar Warisan1
1. Q.S an-Nisa’ ayat 11
a) Bagian anak laki-laki dan perempuan (walad)
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka
bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan
itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta…”
Ayat-ayat di atas merupakan pendahuuan tentang ketentuan memberi
kepada setiap pemilik hak-hak sah mereka, juga menegaskan bahwa ada hak
buat laki-laki dan perempuan berupa bagian tertentu dari warisan ibu bapak
dan kerabat yang akan di atur allah. Adapun bagian seorang anak laki-laki dari
anak kamu, kalau bersamanya ada anak perempuan, dan tidak halangan yang
di tetapkan agama baginya untuk memeroleh warisan, misalnya dia
membunuh pewaris atau berbeda agama dengannya, maka dia berhak
memeroleh warisan yang kadarnya sama dengan bagian dua orang anak
perempuan, sehingga, jika dia hanya berdua dengan saudara perempuannya,
dia mendapat dua pertiga dan saudara perempuannya mendapat sepertiga, dan
jika anak semuanya perempuan lebih dari dua, dan tidak ada bersama ke2 nya
seorang anak laki-laki, maka bagi mereka dua pertiga dari harta warisan yang
ditinggalkan oleh yang meninggal itu, jika anak perempuan itu seorang diri
saja tidak ada ahli waris yang lain, maka ia memperoleh setengah dan tidak
lebih dari harta warisan itu.
b) Bagian orang tua (Bapak-Ibu)
“Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang
yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Setelah mendahulukan hak-hak anak, kini di jelaskan hak ibu dan
bapak karena mereka lah yang terdekat kepada anak, ketika ibu atau bapak
yang meninggal, baik yang meninggal laki-laki atau perempuan maka masing-
masing dari keduanya mendapatkan seperenam dari harta yang di tinggalkan,
jumlah itu menjadi haknya jika yang meninggal itu mempunyai anak, tetapi jika yang meninggal tidak memiliki anak, baik laki-laki atau perempuan, dan
ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga dan
selebihnya buat ayahnya, ini jika yang meninggal tidsk memiliki saudara,
apabila yang meninggal memiliki saudara, yakni dua atau lebih, baik seibu
sebapak atau hanya seibu saja atau sebapak saja, lelaki atau perempuan, dan
yang meninggal itu tidak memiliki anak, maka ibu dari yang meninggal itu
mendapat seperenam dari harta warisan, sedang ayahnya mendapat sisanya,
sedang saudara-saudara itu tudak mendapat sedikitpun warisan.
2. Q.S an-Nisa’ ayat 12
a) Bagian suami/duda
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya…”
Ayat di atas menyatakan bahwa para suami, seperdua dari harta yang
di tinggalkan istri-istri kamu, jika istri kamu meninggal dan tidak memiliki
anak dari kamu atau dari selain kamu, tetapi, jika istri-istri kamu mempunyai
anak yang berhak mendapat ahli waris, baik lelaki atau perempuan, maka
kamu mendapat seperempat bagian dari harta warisan yang mereka tinggalkan
masing-masing sesudah di penuhi wasiat mereka, yakni para istri, buat atau
sudah di bayar utang mereka.
b) Bagian janda atau beberapa janda
“Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu
tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi
wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu…”
Setelah menjelaskan bagian suami, kini di jelaskan bagian istri, ketika
istri suami yang meninggal seorang diri atau empat orang, kamu kamu semua
memeroleh seperempat, dan jika seorang suami tidak memilki anak dari
seorang istri-istri kamu itu, maka yang pseperempat itu di bagi rata tanpa
membedakan istri pertama atau yang lain, dan jika istri memiliki anak, maka
para istri memeroleh seperdelapan dari harta yang di tinggalkan sebagaimana
ketentuan pembagian yang di sebut bila mereka mendapat seperempat.
c) Bagian saudara seibu (laki-laki dan perempuan)
“Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat
olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat
(kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at
yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun.”
3. Q.S an-Nisa’ ayat 13-14
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah.
Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya
kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya,
niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya;
dan baginya siksa yang menghinakan.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa, barang siapa yang taat kepada allah dan
rasulnya dengan mengindahkan batas-batas itu dan ketentuannya yang lain. Maka
allah akan memasukan nya kedalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai, sedang mereka kekal di dalmnya, dan itulah keberuntungan yang besar,
bukan keberuntungan yang hanya sementara seperti yang di duga sekelompok
orang ketika mendapatkan kemegahan atau keberuntungan duniawi. Dan barang
siapa yang mendurhakai allah dan rasulnya dengan mempersekutukannya dan
melanggar ketentuan-ketentuannya, maka niscaya allah akan memasukkan nya
kedalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan yang mendurhakai allah dan
tidak mempersekutukannya, maka dia akan di siksa dengan siksa yang
menghinakannya, setimpal dengan sikap mereka melecehkan ketentuan allah dan
meremehkan orang-orang yang mereka halangi hak-haknya.
4. Q.S an-Nisa’ ayat 33
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan
karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka
bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
Ayat di atas menjelaskan bahwa bagi setiap harta peninggalan dari harta yang
di tinggalkan oleh bapak ibu dan kerabat karib, maka kami jadikan pewarisnya
seperti anak, istri, dan orang tua. Banyak pendapat ulama berbeda-beda dengan
ayat di atas. Seperti di ketahui pada masa jahiliyah dan awal masa islam, sering
kali seseorang mengikat janji setia dengan orang lain, sambil berkata “darahku
adalah darahmu, engkau mewarisi ku, dan akupun mewarisismu, dan seterusnya”
mereka yang berjanji setia ini pada awal masa islam pun terlebih dahulu mendapat
seperenam dari harta warisan, baru kemudian sisanya di bagi untuk ahli waris dari
keluarga yang meninggal.6
5. Q.S an-Nisa’ ayat 176
Bagian saudara sekandung (laki-laki dan perempuan)
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia,
dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi
saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika
ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka
bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan
perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang
saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu
tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
C. Pewarisan7
1. Pengertian
Pewarisan menurut istilah ilmu faraidh adalah perpindahan milik atas harta
peninggalan kepada ahli waris yang masih hidup disaat mayat meninggal.
2. Syarat-Syarat
a. Meninggalnya pewaris. Kematian orang yang mewariskan harus dibuktikan,
bisa secara hakiki atau hukmi.
b. Hidupnya ahli waris. Hidupnya orang yang mewarisi setelah kematian orang
yang mewariskan harus terwujud juga.
c. Mengetahui arah warisan / dapat diketahui status atau kedudukan dalam
pembagian harta peninggalan.
3. Rukun-Rukun
a. Pewaris (Muwarrits). Yakni orang yang meninggalkan harta atau hak.
b. Orang yang mewarisi (warits). Yakni, orang yang berhak mendapatkan
warisan.
c. Yang diwarisi (al-mauruts). Yakni, peninggaalan yang siap dibagikan kepada
ahli waris yang berhak menerima.
4. Sebab-Sebab
a. Qorobah. Yalmi, mempunyai hubungan pertalian nasab.
b. ‘Aqdun Nikahi as-Shahih. Yakni, melangsungkan akad pernikahan secara sah
menurut syariat Islam.
c. Wala’. Yakni, berjasa memerdekakan hamba.
5. Penghalang
Sesuatu yang dapat menghalang-halangi ahli waris mendapatkan warisan adalah:
a. Ikhtilafuddin (perbedaan agama)
b. Ar-Riddah (keluar dari islam)
c. Ar-Riqqu (perbudakan)
d. Al-Qotlu (pembunuhan)
Komentar
Posting Komentar