Langsung ke konten utama

#TI Wasiat dan Hibah [unedited]

A. Latar Belakang
Al-Qur’an telah selesai pewahyuanya, demikian sunnah Rasulullah telah selesai pula
sesudah wafat Rasulullah. Adapun kehidupan ini tidak pernah selesai, selalu berubah dan yang
abadi adalah perubahan itu sendiri. Demikian pula persoalan hibah yang diperhitungkan
sebagai harta warisan senantisasa tidak pernah selesai, antara lain ketika pemberi hibah ada
niatan untuk menarik kembali hibah yang telah diberikan kepada penerima hibah.
Secara normatif, pembagian warisan hanya dapat dilakukan ketika pewaris benar-benar
meninggal dunia baru harta warisan itu dapat dibagikan kepada ahli waris. Akan tetapi dalam
kenyataannya yang berkembang dalam masyarakat, pihak orang tua ( pewaris )menginginkan
agar sepeninggalnya, anak-anak nya dan ahli waris lainnya tetap hidup dalam persaudaraan
secara rukun. Untuk memenuhi keinginannya ini di tempuh cara hibah yaitu membagi harta
kekayaan ketika pewaris masih hidup.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian wasiat
2. Hukum wasiat dan syaratnya
3 Pengertian hibah
4. Hukum hibah dan syaratnya

1. Wasiat
A. Pengertian Wasiat
Wasiat secara bahasa bermakna perjanjian atau perintah yang dikuatkan1
. Adapun
secara istilah, wasiat adalah menyumbangkan harta setelah kematian seseorang2
. Misalnya
seseorang berpesan apabila dia meninggal dunia maka sebagian hartanya disumbangkan untuk
kepentingan masjid,lembaga pendidikan islam, atau semisalnya. Demikian pula jika ia
berpesan supaya setelah meninggal sebagian hartanya diberikan kepada seseorang tertentu.
B. Hukum Wasiat
Hukum asal wasiat adalah diperbolehkan berdasarkan dalil dari Al-Qur’an Albaqarah
ayat 180:
ِقي َن
ُمتَّ
ْ
ا َعلَى ٱل
َم ْعُرو ِفۖ َحقًّ
ْ
َربِي َن بِٱل
قْ
ِن َوٱ ْْلَ
َو َٰ ِل َدْي
ْ
ِلل
َو ِصيَّةُ
ْ
َر َك َخْي ًرا ٱل
ِن تَ
َمْو ُت إ
ْ
ُم ٱل
َح َدكُ
َ
ِذَا َح َض َر أ
ْم إ
ْيكُ
كُتِ َب َعلَ
Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya
secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Imam Ibnu Qudamah berkata, para ulama dari seluruh negeri telah bersepakat akan bolehnya
wasiat3
.
Adapun wasiat memiliki beberapa kemungkinan hukum :
a. Wasiat hukumnya wajib bagi orang yang memiliki hutang, menyimpan harta atau barang
titipan, atau menanggung hak orang lain, yang dikhawatirkan manakala ia tidak berwasiat hak
tersebut tidak ditunaikan kepada orang yang bersangkutan4
.
Syaikh Dr.Shalih bin Fauzan Alfauzan berkata wasiat itu wajib jika berkaitan dengan apa yang
menjadi haknya dan apa yang menjadi kewajibannya ketika tidak ada bukti pendukung yang
menguatkannya supaya hal tersebut tidak di sia-siakan5
.
b. Wasiat hukumnya sunnah bagi orang yang memiliki harta berlimpah sedangkan ahli
warisanya berkecukupan maka dianjurkan baginya berwasiat, misalnya mewasiatkan supaya
seperlima atau seperenam hartanya diwakafkan dijalan Allah. Atau berwasiat supaya sebagian
hartanya disedekahkan kepada kerabat karibnya yang kurang mampu, dan semisalnya. Ini
termasuk perbuatan ma’ruf dan amal shalih yang pahalanya sampai kepada pelakunya setelah
meninggal dunia.

c. Wasiat hukumnya makruh jika seseorang hartanya sedikit sedangkan ahli warisnya sangat
membutuhkan harta warisan. Karena dengan berwasiat maka akan menimbulkan kesempitan
bagi ahli warisnya7
.
C. Rukun Wasiat
a. Musi (orang yang berwasiat)
b. Musalah (orang yang menerima wasiat)
c. Musabih (barang atau sesuatu yang diwasiatkan)
d. Sighat (redaksi ijab dan qabul atau lafadz)
D. Syarat-syarat Wasiat
Dari keempat rukun diatas masing-masing mempunyai syarat yang harus dipenuhi agar
wasiat menjadi sah.
a. Orang yang berwasiat (musi)
1. Telah baligh, dan rasyid
2. Berakal sehat
3. Merdeka
4. Tidak dipaksa
b. Penerima wasiat (musalah)
1. Penerima wasiat masih hidup ketika wasiat di ucapkan, walaupun keberadaan nya
hanya sebatas perkiraan saja.
2. Penerima wasiat bukan ahli waris dari pewasiat.
3. Penerima wasiat bukan pembunuh pewasiat
4. Penerima wasiat adalah orang yang diketahui meskipun hanya memberikan ciricirinya
saja seperti fakir miskin, lembaga sosial.
c. Barang yang diwasiatkan (musabih)
1. Barang tersebut adalah milik pribadi
2. Barang yang diwasiatkan berwujud atau telah ada pada waktu wasiat telah terjadi.
3. Barang yang diwasiatkan bukan sesuatu yang dilarang oleh syara’.
4. Sebab-sebab yang diwasiatkan tidak lebih dari sepertiga harta pusaka.
d. Redaksi (sighat) wasiat

Sighat adalah kata-kata yang diucapkan oleh pewasiat dan orang yang menerima wasiat
yang terdiri dari ijab qabul. Ijab adalah pernyataan yang diucapkan pewasiat bahwa ia
mewasiatkan sesuatu. Sedangkan Qabul adalah pernyataan yang di ucapkan oleh penerima
wasiat sebagai tanda persetujuan atau sebagai tanda terima atas ijab pewasiat. Ijab dan Qabul
ini didasarkan atas usur kerelaan tanpa ada paksaan.
E. Yang Membatalkan Wasiat
Menurut Sayyid Sabiq wasiat batal dengan hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat
yang telah disebutkan misalnya sebagai berikut :
1. Bila orang yang berwasiat itu menderita penyakit gila yang parah.
2. Bila orang yang diberi wasiat mati sebelum orang yang memberinya.
3. Bila barang yang diwasiatkan rusak sebelum diterima oleh orang yang diberi wasiat8
.
Sedangkan ulama fiqih menetapkan beberapa hal yang dapat membatalkan wasiat yaitu :
1. Musi mencabut wasiatnya baik secara terang-terangan maupun melalui tindakan
hukum.
2. Musalah menyatakan penolakannya terhadap wasiat tersebut.
3. Harta yang diwasiatkan musnah, seperti terbakar atau hancur ditelan banjir.
4. Musalah lebih dulu wafat dari Musi.
5. Syarat yang ditentukan dalam akad wasiat tidak terpenuhi9
.
2. Hibah
A. Pengertian Hibah
Kata Hibah adalah masdar dari kata wahaba digunakan dalam Al-Qur’an sebanyak 25
kali dalam 13 surat. Wahaba artinya memberi, dan jika subjeknya Allah maka artinya memberi
karunia, atau menganugerahi. Secara bahasa dalam kamus al-munjid, hibah berasal dari kata
wahaba, yahabu, hibatan, berarti memberi atau pemberi10
.
Menurut istilah dari jumhur ulama dikutip oleh Nasrun Haroen mendefinisikan hibah
adalah, Akad yang menjadikan kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika masih hidup dan
dilakukan secara sukarela”. Maksudnya, hibah itu merupakan pemberian sukarela seseorang
kepada orang lain tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya pemilikan harta itu dari
pemberi kepada orang yang diberi11
.

B. Hukum Hibah
Hukum hibah adalah sunnah, Allah mensyari’atkan hibah sebagai upaya mendekatkan
hati dan menguatkan tali cinta antar manusia. Rasulullah bersabda “Tahadu Tahabaw” yang
artinya saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai. (HR.Bukhari).
C. Rukun Hibah
Adapun rukun hibah ada 3 yaitu :
1. Orang yang menghibahkan (al-wahib)
2. Orang yang menerima hibah (al-mauhub)
3. Pemberiannya (al-hibah)
Untuk orang yang menghibahkan hartanya disyaratkan bahwa orang itu adalah orang
yang cakap untuk bertindak hukum, yaitu baligh, berakal, dan cerdas. Oleh sebab itu, anak
kecil dan orang gila tidak sah hibahnya, karena mereka termasuk orang yang tidak cakap
bertindak hukum12
.
D. Syarat Hibah
Sedangkan syarat barang yang dihibahkan adalah:
a. Harta yang akan dihibahkan ada ketika akad hibah berlangsung. Apabila harta yang
dihibahkan itu adalah harta yang akan ada, seperti seseorang yang akan menghibahkan mobil
padahal orang tersebut tidak punya mobil dan juga tidak punya uang untuk membeli mobil,
maka hibahnya batal. Para ulama mengemukakan kaidah tentang bentuk harta yan dihibahkan
itu, yaitu: (segala yang sah diperjualbelikan sah dihibahkan).
b. Harta yang dihibahkan itu bernilai harta menurut syara’
c. Harta merupakan milik orang yang menghibahkannya13
.
d. Menurut ulama Hanafiyah apabila harta yang dihibahkan itu berbentuk rumah harus bersifat
utuh, sekalipun rumah itu boleh dibagi. Akan tetapi, ulama Malikiyah, Syafi‟iyah, dan
Hanabilah mengatakan bahwa scbagian rumah boleh saja dan hukumnya sah. Apabila
seseorang menghibahkan sebagian rumahnya kepada orang lain, sedangkan rumah itu
merupakan miliknya berdua dengan orang lain lagi, diserahkan kepada orang yang diberi hibah,
sehingga menerima hibah berserikat dengan pemilik sebagian rumah mcrupakan mitra orang
yang menghibahkan rumah itu14
.
e. Harta yang dihibahkan itu terpisah dari yang lainnya dan tidak terkait dengan harta atau hak
lainnya, karena prinsip barang yang dihibahkan itu dapat dipergunakan oleh penerima hibah
setelah akad dinyatakan sah. Apabila seseorang menghibahkan sebidang tanah, tetapi di tanah
itu ada tanaman orang yang menghibahkan, maka hibah tidak sah. Begitu juga apabila
seseorang menghibahkan sebuah rumah, sedangkan di rumah itu ada barang orang yang
menghibahkan, maka hibahnya juga tidak sah15
.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

I’TIBAR, MUTABA’AT, DAN SYAWAHID [unedited]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam struktur tingkatan sumber hukum umat islam, hadis (sunnah) menempati urutan kedua setelah al-qur’an, karena disamping sebagai ajaran islam yang secara langsung terkait dengan kehidupan Rasulullah saw. sebagai suri tauladan, juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al’qur’an. Hadis Nabi meskipun dalam tingkatan sumber hukum berada pada urutan kedua, namun dalam praktik pelaksanaan ajaran islam sangatlah penting, bahkan tidak jarang dianggap sejajar dengan al-qur’an. hal ini, karena hadis selain sebagai penguat dan penjelas terhadap al-qur’an, terkadang ia secara independent dapat menjadi pijakan dalam menentukan ketetapan hukum terhadap suatu permasalahan yang tidak disebutkan dalam al-qur’an. Hadis dengan berbagai dimensinya selalu menjadi fokus kajian yang problematik dan menarik. Studi hadis pun dikalangan para peneliti hadis terus mengalami perkembangan. Beragam objek studi hadis terus berkembang dari masa ke mas

Kuliah Jalanan

    Perasaan sekarang ini perkuliahan belum dimulai, namun saya merasa mendapat banyak materi kuliah hari ini. Kamu boleh menyebutnya kuliah "hidup". Semua berawal dari perjalanan saya ke sebuah coffee shop di Pondok Cina (sebuah kawasan di Margonda, pusat kota Depok). Dengan berbekal hem warna merah motif kotak-kotak dan celana panjang bermerk curidimal yang kumal karena belum disetrika, saya berangkat menyusuri padatnya kota Depok siang itu. Perginya saya ke coffee shop itu bukan tanpa alasan, ada misi khusus yang saya emban dan mesti saya lakoni hingga tuntas.     Jalan kakilah saya dari tempat persinggahan by foot sampai halte fakultas teknik Universitas Indonesia. Sesampainya saya di sana, sembari menunggu Bis Kuning (BIKUN) UI lewat saya menyalakan earbud yang baterainya tinggal 10% untuk kemudian dihubungkan dengan smartphone saya via bluetooth. Tak hanya sampai situ, saya pun membuka buku Epistemologi Islam yang sebenarnya merupakan kumpulan materi kuliah Prof. Satria

Tak Siap

Telah lama kupendam hingga padam Prahara asmara yang kian bermunculan di kepala Namun apa kata tiba-tiba saja tiba di depan mata Sungguh rencana Tuhan selalu saja tak terkira Banyak kata yang ingin terucap Sepatah dua patah ihwal perasaan penuh harap Tapi apa daya raga ini bak berkata tak siap Maksud hati tuk menatap syahdan menetap Banjarnegara, 17 Mei 2021