Langsung ke konten utama

Nasakh Mansukh

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Bismillah walhamdulillah

Pada kesempatan kali ini kita akan berbicara sedikit tentang nasakh dan mansukh.

Nasakh dan mansukh atau nasikh mansukh adalah salah satu bab yang dikaji dalam keilmuan ilmu ushul fiqih. Penting untuk kita ketahui bersama perihal nasakh dan mansukh ini, mengingat urgensinya yang dapat berpengaruh pada instinbath (pengambilan) pada hukum Islam.

Nasakh secara bahasa memiliki dua pengertian, yakni:

Pertama, berarti 
pembatalan (الإبطال)
dan penghapusan (peniadaan) (الإزالة)

Kedua, النّقل و التّحويل من حالة الى حالة
(Pemindahan dari satu wadah ke wadah lainnya). Singkatnya, nasakh berarti perpindahan (النقل)

Namun, nasakh menurut istilah fuqaha adalah

رفع حكم شرععيّ عن المكلّف بحكم شرعيّ مثله متأخّر

Pembatalan hukum syara' yang 
ditetapkan terdahulu dari orang mukallaf dengan hukum syara' yang sama yang datang kemudian.

Kesimpulannya, nasakh dapat kita artikan dengan pengganti, sedangkan mansukh ialah yang diganti.

Contoh ayat al-Qur'an yang dinasakh yakni:

Surat An-Nisa (4) Ayat 15

وَٱلَّـٰتِى يَأْتِينَ ٱلْفَـٰحِشَةَ مِن نِّسَآئِكُمْ فَٱسْتَشْهِدُوا۟ عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةًۭ مِّنكُمْ ۖ فَإِن شَهِدُوا۟ فَأَمْسِكُوهُنَّ فِى ٱلْبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّىٰهُنَّ ٱلْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ ٱللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًۭا

"Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya."

Inti ayat ini ialah bercerita bahwa dahulu pada masa Islam, wanita yang berzina dihukum dengan cara dikurung dalam rumah. Kemudian ayat ini mansukh (diganti), telah dihapuskan hukumannya oleh hukuman zina rajam yang disebutkan di dalam Surat an-Nur ayat ke-2. 

ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِى فَٱجْلِدُوا۟ كُلَّ وَٰحِدٍۢ مِّنْهُمَا مِا۟ئَةَ جَلْدَةٍۢ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌۭ فِى دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌۭ مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ

"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman."

Perbedaan pendapat terkait peristiwa nasakh mansukh:

Sebenarnya terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang nasakh ayat Al-Quran. Sebagian dari pendapat itu ada yang benar-benar menolak secara total adanya nasakh, sebagian lagi justru sebaliknya, nyaris semua ayat Quran bisa di-nasakh oleh mereka, lalu ada pendapat yang pertengahan, di mana konsep nasakh itu diterima, namun tidak bisa sembarangan dalam menetapkannya.

1. Para Penentang Nasakh

Yang paling gigih dalam menentang adanya nasakh adalah Kaum Yahudi. Mereka berpendapat bahwa adanya naskh dalam syariat Islam 
menyebabkan munculnya kesimpulan, “Bahwa sesuatu itu ada setelah ketiadaannya”. 
Yang menurut mereka berarti naskh ada karena kurangnya kebijaksanaan (dan hal ini mustahil bagi Allah), atau naskh ada karena adanya kebijaksanaan yang mucul atau tampak setelah ketiadaannya di waktu sebelumnya dan hal ini akan memberikan kesimpulan bahwa Allah itu tadinya tidak tahu (dan hal ini pun mustahil bagi Allah).

2. Berlebihan dalam nasakh

Mereka adalah golongan rawafidhah, di mana mereka terlalu berlebihan dalam membolehkan 
sekaligus menetapkan adanya naskh dalam syari’at Islam. Mereka 180 derajat berseberangan pendapat dengan kaum Yahudi. Mereka mengambil dalil dari 
perkataan-perkataan yang dinisbatkan pada Ali ra yang sebenarnya kata-kata itu tidak pernah datang dari beliau.

3. Pendapat Pertengahan

Yaitu pendapat sebagian besar ulama atau diistilahkan dengan jumhur ulama. Mereka mengatakan bahwa naskh itu memungkinkan 
terjadinya secara akal dan juga dalam syari’at Islam. Dalil mereka adalah:

1. Bahwa semua hal yang dilakukan oleh Allah tidak dihalangi oleh tujuan-tujuan tertentu, tapi Allah 
Maha Kuasa untuk melakukan apa saja yang Dia kehendaki, bahkan dalam satu waktu sekalipun, dan 
Dialah Yang Maha Tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya.

2. Nash-nash dalam Al-Qur’an dan hadits telah menunjukkan kemungkinan tejadinya naskh. Di 
antaranya adalah:

Surat An-Nahl (16) Ayat 101

وَإِذَا بَدَّلْنَآ ءَايَةًۭ مَّكَانَ ءَايَةٍۢ ۙ وَٱللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوٓا۟ إِنَّمَآ أَنتَ مُفْتَرٍۭ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

"Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui."

Surat Al-Baqarah (2) Ayat 106
 
مَا نَنسَخْ مِنْ ءَايَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍۢ مِّنْهَآ أَوْ مِثْلِهَآ ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌ

"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?"

Sementara itu, menurut Abu Muslim al-Ashfahani berpendapat bahwa terjadinya naskh itu dibenarkan 
oleh akal, namun tidak oleh syari’at. Dalilnya dalam pendapatnya ini adalah firman Allah berikut:

Surat Fusshilat (41) Ayat 42

لَّا يَأْتِيهِ ٱلْبَـٰطِلُ مِنۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِۦ ۖ تَنزِيلٌۭ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍۢ

"Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji."

Daftar Pustaka:

Sarwat, Ahmad. 2020. Nasakh dan Mansukh. Jakarta: Rumah Fiqih Publishing.

Hamka, Buya. 1990. Tafsir Al-Azhar Jilid 6. Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd Singapura.

Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin. Tanpa Tahun. Kamus Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Amzah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

I’TIBAR, MUTABA’AT, DAN SYAWAHID [unedited]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam struktur tingkatan sumber hukum umat islam, hadis (sunnah) menempati urutan kedua setelah al-qur’an, karena disamping sebagai ajaran islam yang secara langsung terkait dengan kehidupan Rasulullah saw. sebagai suri tauladan, juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al’qur’an. Hadis Nabi meskipun dalam tingkatan sumber hukum berada pada urutan kedua, namun dalam praktik pelaksanaan ajaran islam sangatlah penting, bahkan tidak jarang dianggap sejajar dengan al-qur’an. hal ini, karena hadis selain sebagai penguat dan penjelas terhadap al-qur’an, terkadang ia secara independent dapat menjadi pijakan dalam menentukan ketetapan hukum terhadap suatu permasalahan yang tidak disebutkan dalam al-qur’an. Hadis dengan berbagai dimensinya selalu menjadi fokus kajian yang problematik dan menarik. Studi hadis pun dikalangan para peneliti hadis terus mengalami perkembangan. Beragam objek studi hadis terus berkembang dari masa ke mas

Kuliah Jalanan

    Perasaan sekarang ini perkuliahan belum dimulai, namun saya merasa mendapat banyak materi kuliah hari ini. Kamu boleh menyebutnya kuliah "hidup". Semua berawal dari perjalanan saya ke sebuah coffee shop di Pondok Cina (sebuah kawasan di Margonda, pusat kota Depok). Dengan berbekal hem warna merah motif kotak-kotak dan celana panjang bermerk curidimal yang kumal karena belum disetrika, saya berangkat menyusuri padatnya kota Depok siang itu. Perginya saya ke coffee shop itu bukan tanpa alasan, ada misi khusus yang saya emban dan mesti saya lakoni hingga tuntas.     Jalan kakilah saya dari tempat persinggahan by foot sampai halte fakultas teknik Universitas Indonesia. Sesampainya saya di sana, sembari menunggu Bis Kuning (BIKUN) UI lewat saya menyalakan earbud yang baterainya tinggal 10% untuk kemudian dihubungkan dengan smartphone saya via bluetooth. Tak hanya sampai situ, saya pun membuka buku Epistemologi Islam yang sebenarnya merupakan kumpulan materi kuliah Prof. Satria

Tak Siap

Telah lama kupendam hingga padam Prahara asmara yang kian bermunculan di kepala Namun apa kata tiba-tiba saja tiba di depan mata Sungguh rencana Tuhan selalu saja tak terkira Banyak kata yang ingin terucap Sepatah dua patah ihwal perasaan penuh harap Tapi apa daya raga ini bak berkata tak siap Maksud hati tuk menatap syahdan menetap Banjarnegara, 17 Mei 2021